Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 15


Minggu malamnya setelah capek beresin kamer gw dan Meva duduk-duduk di beranda ngobrol sambil gw sesekali maen gitar warisan Si Gundul. Meva asyik memandang sawah yg seperti berkelip tertimpa sinar bulan. Kedua bola matanya terbenam di balik lensa kacamata yg dia pake.

"Indah yak?" komentarnya membuka sesi curhat malem ini.

"Biasa aja," jawab gw pendek.

"Enggak ah, beda."

"Bedanya?"

"Beda aja. Malem-malem liat pemandangan dari lantai tiga tuh kayak..........ya kayak liat pemandangan dari lantai tiga!"

"???"

"Eh lo pernah nggak sih ngebayangin ada di tengah sawah malem-malem kayak gini...menikmati terang bulan ditemani nyanyian jangkrik? Wiiih so sweet yak!"

"So sweet apaan? Yg ada gw ditembak sama yg punya sawah, dikira gw maling!"

"Ya nggak mungkin lah!"

"Kok nggak mungkin?"

"Ya palingan dia nyangka lo bebegig sawah."

"Ah, elo sih ngehayalnya nggak keren! Mau romantis-romantisan kok di tengah sawah.."

"Daripada di jamban??"

"..."

Meva melepas kacamatanya. Tapi jujur aja nih gw justru lebih suka dia pake kacamata. Lebih kalem gimana gitu.

"Oiya gimana hubungan lo sama Lisa?" tanya Meva kemudian.

"Hah?" gw jadi inget pertanyaan yg kemaren malem diajukan Lisa ke gw : "Gimana hubungan lo sama Meva?"

"Yaa gitulah. Emang mesti gimana gitu?" jawaban sama yg gw bilang semalem.

"Kalian pacaran??"

Hebat! Kok bisa ya dua orang berbeda nanyanya sama persis kayak gitu?!

"Ah, enggak kok. Gw cuma temen doank lah. Sesama rekan kerja."

Meva nampak mengangguk-angguk.

"Napa sih lo kok kayaknya masih betah ngejomblo?" lanjutnya.

"Gw? Kayaknya mending lo duluan deh yg jawab pertanyaan itu."

"Yeeey kok jadi gw? Lo yg ditanya juga!" Meva protes. "Kenapa? Apa karena lo masih kebayang mantan lo yg meninggal itu?"

Gw diam sejenak lalu menggeleng.

"Enggak aah. Gw udah biasa aja kok. Cuma ya emang sih gw ngejomblo karna gw nggak laku kali?? Hahaha," gw tertawa garing.

"Bisa jadi," kata Meva serius seolah jawaban gw barusan bener-bener dari hati.

"Lo sendiri kenapa sampe sekarang nggak pernah pacaran? Gw mah mending, pernah laku."

Meva tertawa.

"Nggak papa," jawabnya. "Gw emang orangnya selektif kok. Gw nggak mau aja salah milih cowok. Lagian gw nggak pengalaman soal gituan."

"Basi ah jawabannya!"

"Bener kok! Gw ada kok, cowok yg lagi gw suka..." kedua pipinya bersemu merah.

"Terus, lo udah nyatain perasaan lo ke dia?" ada perasaan senang, ada khawatir juga yg entah dari mana datangnya.

"Dih gila aja masa cewek yg ngejer cowok??"

"Nggak papa lah. Kasian kan ibu kita Kartini harum namanya udah memperjuangkan emansipasi. Buat apa coba? Biar cewek juga punya hak yg sama kayak cowok!"

Meva menggeleng beberapa kali.

"Tapi di jamannya dia nggak ada tuh acara nembak-nembakan cowok."

"Ya maksud gw nggak gitu juga..."

"Pokoknya gw nggak setuju," Meva keukeuh. "Gw nggak mau nyosor duluan. Itu bedanya cowok sama cewek. Cowok lebih suka mencari sementara cewek lebih suka menunggu."

"Kelamaan nunggu entar tua dulu neng. Lagipula darimana cowok bisa tau kalo ada cewek yg suka sama dia sementara ceweknya cuma nunggu?"

"Cewek nggak cuma sekedar nunggu. Cewek juga ngasih tanda-tanda kaleee..."

"Tanda?"

"Iya! Tanda atau isyarat atau aba-aba atau petunjuk atau..."

"Langsung ke intinya aja deh."

"Ya intinya GOBLOK AJA TUH COWOK KALO SAMPE NGGAK NYADAR TANDA-TANDA DARI CEWEK YG SUKA SAMA DIA!"

"Pliss...jelasinnya nggak usah pake otot yak?"

Meva mencibir.

"Lo sendiri," katanya. "Kenapa lo nggak tembak aja tuh si Lisa? Dia ngasih sinyal kuat kan!"

"Kenapa lo jadi marah gitu sih?" gw mulai takut telapak tangannya melayang lagi ke pipi gw.

"Marah?" nadanya turun tiga oktaf. "Ah enggak kok biasa ajah. Tadi gw cuma pengen tau kenapa lo mengabaikan tanda-tanda dari Lisa?" dengan nada yg manis tapi dibuat-buat.

"Mmmh...bukan mengabaikan sih," gw nggak kalah manis. "Kan tadi lo bilang cowok itu sukanya 'mencari'. Nah gw belum nemu yg tepat aja."

Meva kernyitkan kening.

"Menurut loe, mungkin nggak sih seseorang tuh terlalu asyik nyari orang yg dianggap tepat, sampe 'melewatkan' orang di deketnya? Yah maksud gw...maksud gw...bisa aja kan 'orang yg tepat' itu sebenernya ada di dekat kita? Iya kan? Yah siapa tau! Yaa..yaa..siapa tau kan?"

Gw mengangguk.

"Siapa tau..." kata gw lirih. Gw lirik Meva. Sepertinya dia sudah membuang ego dalam dirinya untuk mengatakan itu.

"Oiya Va, kalo boleh tau," lanjut gw. "Cowok yg lagi lo suka itu..."

"Ya?"

"Apa gw kenal sama dia?"

Meva terdiam. Lalu dia menggeleng.

"Enggak. Lo nggak kenal kok," jawabnya.

"Ooh..." kata gw tertahan. "Temen kuliah lo di kampus?"

"Bukan."

"Anak kosan sini? Lantai bawah?"

"Bukan!"

"Lantai dua?"

"Bukan!!"

"Oh..apa diantara Rio dan Egi?" gw menunjuk dua kamar di samping gw.

"BUKAN!!!"

Gw tertawa.

"Ooh yaudah, ntar kapan-kapan kenalin gw ke dia yak.."

Meva malah cemberut. Dia mencibir lalu masuk ke kamarnya.

Senin pagi...

I don't like Monday! Suasana kerja lagi serius-seriusnya begitu masuk hari pertama.

Agenda yg selalu sama tiap hari Senin : meeting pagi selama sepuluh menit bareng seluruh karyawan, dilanjut meeting internal masing-masing departemen, dan diakhiri omelan-omelan nggak puas dari bos mengenai hasil kerja seminggu kemarin. Kalo udah gitu, yg ada kita cuma pura-pura khusyuk ngerjain job.

Pesawat telepon extension gw bunyi. Bos gw minta salinan data review bulan kemaren. Dia soalnya diminta oleh manajer yg diminta juga sama bapak Presdir. Kebetulan minggu kemaren memang ada trouble di Production Line gara-garu human error.

"Pagi Mas Ari," OB petugas fotokopi menyapa gw dari balik mejanya.

"Mmh Bang Jo," demikian gw panggil dia. "Tolong kopi in ini dua lembar. Plus satu lembar dalam format A3 yak."

"Sip," dia mengambil lembaran kertas yg gw berikan lalu menuju mesin fotokopinya sementara gw mengisi buku daftar pengguna jasa fotokopi hari ini.

"Hay Ri," Lisa berdiri di samping gw. Meletakkan kertas miliknya lalu gantian mengisi buku. "Sory ya kemaren gw nggak jadi maen ke kosan lo. Ada perlu mendadak soalnya."

"Oh nggak papa kok," sambil dalam hati gw malah bersyukur demikian. "Itu laporan buat ke mana?"

"Orang Maintenance. Problem kemaren kan dari kita, jadi mereka minta report nya."

"Lo udah sarapan?"

"Belum," Lisa menggeleng. "Kenapa emangnya?"

"Gw juga belum. Gw baru mau minta tolong Bang Jo beliin roti di koperasi. Lo mau?"

"Boleh deh. Yg keju yak?"

Gw mengangguk setuju. Dan setelah memesan titipan ke Bang Jo gw ke ruangan bos gw lalu balik ke meja gw. Masih banyak yg harus gw kerjakan.

-KRIING-
Extension gw bunyi lagi.

"Halo?"

"Ri, bisa ke tempat gw bentar?" Lisa yg nelpon.

"Gw lagi sibuk. Ada apaan emang?" sebisa mungkin gw pelankan suara gw biar nggak kedengeran orang lain.

"Ada gajah makan kawat. GAWAT Ri!"

"Hahh? Gawat napa?"

"Data Problem Sheet di kompie gw kok mendadak nggak ada ya??!!"

"Yaah gw turut berduka deh..."

"Kampret! Sini ngapa? Bantuin gw!"

"Bantuin apaan? Gw nggak punya back up punya loe."

"Jadi gw mesti gimana donk? Jam sembilan nanti bos Maintenance minta report nya lengkap selama sebulan!"

"Ya bilang aja jujur datanya keapus gitu.."

"Sama aja bunuh diri itu mah!"

"Yaudah cari alesan laen," gw mikir. "Bilang deh PC nya baru diinstal ulang."

"Nggak menolong....."

Hah, gw jadi ikutan cemas nih. Lisa itu satu departemen sama gw. Bisa kena juga gw kalo gini. Gw memandang berkeliling dan mata gw tertuju pada sosok Lisa beberapa meja di belakang gw. Dia melambaikan tangannya dengan ekspresi 'gw nyeraah...'

"Halo Lis, gw tau cara ngatasinnya."

"Iya? Gimana? Gimana?"

"Pertama, lo berdiri deh. Abis itu lo jalan dua meja ke samping kanan."

"Emang ngaruh yak?"

"Ya ngaruh lah. Yg lagi lo tempatin sekarang kan mejanya Pak Enjang! Balik sana ke meja lo!"

Sejenak sunyi di gagang telepon.

"Hahaha! Iya yak..gw lupa! Duh sorry sorry....."

"Dodol loe."

"Hahaha...maap bos! Gini nih kalo belom sarapan, jadi nggak conect euy."

Gw tutup telepon dan mencoba konsentrasi ke monitor di depan gw. Lima menit ngetik, gw gatel juga pengen maen HamsterBall. Game favorit gw tuh kalo lagi sumpek di kerjaan.

Setelah memastikan keadaan aman, orang-orang pada sibuk sama komputernya masing-masing, gw miringkan posisi monitor lalu mulai ngegame dah. Hahaha..

-BIP BIIP-
Handphone gw bunyi. Sms dari Lisa.

*jam setengah sembilan..monitor dimiringin..waktunya ngegame yak! haha..masih doyan aja ngegelindingin hamster!

Gw bales..

*biariin.

*ganti lah maenannya! gw mah udah tamat empat kali tuh.

*biariin.

*eh rotinya udah dateng nih.

*anterin donk ke sini.

*ogah. lo aja yg ke meja gw.

*ZZZZ.....gak ada pahalanya banget!

*biariin.

Akhirnya gw ngalah deh. Gw ke meja Lisa ngambil roti terus ke pantry dan makan di sana ditemani para OB yg mulai sibuk nyiapin minuman buat staff.

Saat itulah ada pesan singkat di handphone gw.

*kebooo...

Nomer asing.

*sapa yak?

*ini gw...

*singkat banget nama lo dua huruf doank. G ama W doank?

*err...ini Meva! dasar kebo!

Gw baca beberapa kali sms nya. Nggak salah nih? Sejak kapan dia punya hape?? Langsung gw telpon deh.

"Pake hp sapa lo?"

"Hp gw laah..baru beli kemaren nih. Lg ngapain lo?"

"Lagi mikirin loe."

"Haha! Pagi-pagi digombalin. Lo dimana?"

"Di kantor lah."

"Kok gw berasa di surga yak?"

"Kok bisa?"

"Iya. Denger suara loe di hp, gw berasa di surga..hahaha!"

Gw ketawa sendiri. Bisa banget nih anak!

Mendadak Lisa masuk.

"Lo dipanggil Pak Agus tuh," katanya.

"Eh ntar gw telpon lagi yak," kata gw ke Meva lalu memutus panggilan. "Bilang aja ke Pak Agus gw lagi di WC gitu."

"Bilang sendiri deh! Gw laper mau nyarap dulu."

"Hadeuuh...mau ngapain sih si Botak pagi-pagi gini manggil gw? Nggak ada kerjaan banget deh bos kita itu. Paling juga mau nyuruh gw beli es panta di koperasi. Padahal kan ada OB yak?? Males banget sumpah!"

"EKHEM!"

"Eh, Pak Agus......"

Lisa membuka pintu pantry dengan kasar dan menghenyakkan diri di kursi dengan gusar.

"Eh mmh...gimana tadi sama Pak Agus?" tanya gw ragu.

"Ah nggak asyik loe Ri," omelnya. "Lo yg ngomong kok gw yg kena getahnya??"

"Emang melon ada getahnya juga yak?" yg gw maksud di sini tentu saja sindiran.

Lisa melirik gw kesal.

"Oke oke sorry Lis," buru-buru gw tanggapi lirikan itu. "Khan gw tadi nggak tau tiba-tiba si upz...ada orangnya lagi nggak yah...si Melon manggil lo buat marahin lo."

"Tapi kan jelas-jelas yg ngomong itu elo! Suara cowok! Kok bisa-bisanya sih dia nyangka gw yg ngomong!" Lisa masih dalam tahap ingin mematahkan leher seorang janda. Lho??

"Tenang Lis...tenang...Nih gw bikinin kopi," gw menyodorkan cangkir kopi yg sebenernya buat gw sendiri. "Minum dulu lah."

"Thanks," ucapnya pendek.

"Hei hei hei..." Leo dari divisi Purchasing masuk ke pantry. "Romantis kali kalian ini! Dua-duaan di pantry sambil ngupi-ngupi...Ajak aku juga lah! Aku juga kan mau nyantai seperti ini," dengan logat batak yg kental.

Lalu duduk di samping gw.

"Hey, ada apa sama kau Lis? Muram kali muka kau?"

"Enggak papa kok."

"Ah kau ini..." dia menarik gelas dari hadapan Lisa dan meminumnya. "Kayak nggak tau aku aja. Aku kan bisa ngeramal, aku bisa baca pikiran kau. Kau juga Ri. Aku tau apa yg lagi kau bayangin sekarang."

"Oiya? Coba baca pikiran gw."

"Sebentar..." Leo menatap mata gw lekat-lekat. "Hmm..begitu ya.."

"Begitu apanya?"

"Kau lagi mikirin cara yg tepat buat motong-motong melon."

"Hah! Tau darimana kau?"

Leo tertawa lebar. Padahal tebakannya ngelantur.

"Leo Parlindungan!" dia menepuk dada.

Lisa cuma geleng-geleng kepala liat tingkah si upil ini. Leo emang dikenal di kantor sebagai peramal ulung. Hampir semua orang di kantor ini pernah diramalnya, dan anehnya semuanya menolak percaya pada ramalannya. Karena memang kebanyakan yg diakui sebagai ramalannya adalah kabar buruk. Beberapa bos diramal akan turun jabatan, digantikan OB yg biasanya mereka suruh. Termasuk Pak Agus. Dia diramal akan kena virus antraks saat usianya memasuki 60 tahun. Satu-satunya cara untuk terhindar virus ini adalah dengan rutin mengkonsumsi daging orok setengah mateng tiap malem bulan purnama. Begitulah yg dia ramalkan.

"Eh eh sebentar," tiba-tiba Leo menarik tangan gw dan Lisa. Diamatinya baik-baik telapak tangan kami bergantian, lalu tertawa lebar.

"Sarap!" komentar Lisa.

"Huss...jangan kurang ajar. Itu bapak aku. Sarap Parlindungan!"

Gw dan Lisa saling lirik kemudian mengangkat bahu.

"Kalian berdua," kata Leo. "Kau Lisa...dan kau Ari..."

"Hebat! Darimana lo tau nama kita berdua?"

"Bentar laah aku belum selesai bicara ini. Maksud aku tadi kalian berdua," dia menunjuk gw kemudian Lisa. "Ari...Lisa..."

"Hebat! Darima..."

"Aku belum selesai ngomong! Jangan disela dulu laah!" Leo kesal dan meminum kopi milik Lisa dan mengembalikannya tapi Lisa menolak dengan pandangan jijik. "Aku tadi barusan dapet wangsit dari Mbah Sewu Pakuningrat di Gunung Semeru. Aku liat garis tangan kalian berdua. Ternyata kalian jodoh! Cocok! Kelak kalian berdua akan jadi pasangan hidup yg harmonis. Punya empat anak yg baik dan benar sesuai Ejaan Yang Disempurnakan."

Pipi Lisa merona merah. Dia tertunduk dan beberapa kali meluruskan poninya.

"Jangan gila kau," komentarnya.

"Eh aku serius lho!"

Gw sendiri menganggap ramalannya sebagai lelucon. Gw bukan orang yg percaya sama ramalan.

"Kalian berdua...adalah jodoh..." Leo mengulangi ucapannya.

"Iya iya gw percaya," gw bohong. "Yaudah gw cabut dulu deh. Belum ngerjain apa-apa nih."

"Gw juga," Lisa ikut berdiri.

Kami berjalan bareng keluar. Gw tau beberapa kali Lisa curi pandang ke gw tapi gw pura-pura nggak tau aja. Kami berpisah di meja kami masing-masing.

Yg pertama gw lakuin adalah menyalurkan bakat terpendam gw : pura-pura sibuk padahal nggak ngelakuin apa-apa. Mood kerja gw buruk banget kalo hari Senin kayak gini. Baru juga mau close tab HamsterBall ketika di layar muncul admin messenger. Dari komputernya Lisa.

-ri, lo percaya sama ramalan leo barusan?-

Gw ketik balesan gini..

-gak tau deh. ramalan si upil mana ada benernya sih?-

-terus gimana kalo itu beneran?-

-ya syukur aja. itu artinya gw nggak perlu capek-capek pasang iklan di koran buat nyari istri.-

-haha...-

-kok 'haha' doank?-

-haha..hihi..huhu..hehe..hoho..-

Gw mengernyit konyol.

-???-

-!!!...-

-hmm...-

-kenapa hmm?-

-enggak papa-

-nanti makan siang di kantin atas atau bawah?-

-bawah aja deh. kalo di atas ntar ketemunya pak agus lagi.-

-woooy....kalo mau pacaran jangan pake am! atau seenggaknya pake user pribadi biar nggak nongol di komputer orang! lisa, laporan validasi kamu mana?? ari, cepet selesaikan manufacturing instruction buat mesin baru! deadline nya tiga hari lagi!-

-eh, baik pak agus...-

Pulang kerja sorenya gw mendapati Meva lagi duduk di selasar balkon, memunggungi pemandangan di belakangnya, sambil membaca sebuah majalah.

"Ciee yg punya hp baru," goda gw.

Meva nyengir lebar. Kayaknya PMS yg semalem udah selesai.

"Baru pulang?" tanyanya.

"Enggak, ini mau berangkat."

"Nenek-nenek ompong juga tau lo baru balik!" dia mencibir.

Gw balas dengan menjulurkan lidah. Dan tiba-tiba...Ada sesuatu yg berdebar dalam dada gw. Mendadak gw inget ucapannya semalem.

"Apa yg dikatakannya semalem, maksudnya adalah gw? Apa dia sebenernya pengen gw ngungkapin perasaan ke dia...?"

Ah enggak! Gw nya aja yg ke GR an! Meva kan emang gitu anaknya, suka asal ngomong. Kadang emang sengaja suka nge GR in gw. Dia ahlinya! Gombalannya maut banget tu bocah!

"Woyy bengong!"

"Ah enggak," buru-buru gw hapus khayalan-khayalan yg sempet berkelebat di benak gw. "Gw terpesona aja. Sore ini lo keliatan cantik banget Vaa..." sumpah, gw nggak nyadar kalimat ini meluncur begitu saja dari dari mulut gw.

Meva senyum lebar. Pipinya merona merah.

"Aneh! Nggak biasanya ekspresi dia kayak gitu..."

Gw memutuskan masuk kamar, mandi, ganti baju, tapi nggak sedetikpun wajah Meva beranjak pergi dari kepala gw.

AAAARRGGGGHH...What's wrong??!

Gw malah jadi mondar-mandir sendiri di dalem kamer kayak orang bingung dikejer deadline. Sambil sesekali ngintip dari balik gorden, ah beneran gw dag-dig-dug! Gw suka! Dia cantik banget sore ini! Kayaknya dia masang pelet di stokingnya!

"Apa gw ungkapin aja perasaan gw sekarang?"

Gw butuh lebih dari seribu kali mikir. Gimana kalo dia malah ngetawain gw? Ya ya ya...Gw yakin dia pasti bakal habis-habisan ngejek gw! Orang kayak dia mana punya sense of romantic?

Ckckck... Gw keder! Asli keder! Bener-bener keder!

Udahlah, biar aja gw simpen dalam hati...

"Gw takut," kata gw dalam hati. "Gw terlalu takut buat jujur sama diri gw sendiri. Gw suka Meva. Tapi gw nggak berani ngungkapin ke dia..."

Gw pengecut! Apa susahnya ngomong jujur ke dia! Tinggal bilang aja, 'Gw suka elo Va.. Mau nggak lo jadi istri gw??'

"Enak aja! Istri? Jadi babu lo aja gw ogah!" gw membayangkan ekspresi Meva.

"Ekhem!" gw pandangi wajah gw di cermin. Dia balas menatap gw pongah. "Va, gw mau ngomong sesuatu ke elo...."

Ini kata pengantar yg cool nggak sih??

"...kita kan udah lama kenal..."

Tolol! Ya iyalah, udah tiga tahun! Nggak cocok, jangan pake kalimat ini!

"...gw udah kenal lo deket. Lo juga, udah paham banget sifat gw. So, kita ke penghulu aja yuk?"

Goblok! Mana ada cowok langsung nembak mati di tempat kayak gitu?!

AAAAARRGGGH!!! Gw nggak sanggup! Kayaknya mending gw terjun bebas dari atap kosan, daripada mesti ngomong itu...

Huuffft.....gw usapi keringat di wajah gw. Slow, Ri...yg elo butuhkan sekarang adalah ketenangan. Lo tenangin diri lo dulu, buka pintu kamer, duduk di samping dia...terus lo ungkapin deh isi hati lo selama ini. Gampang kan??

"Enggak segampang itu," gw gelengkan kepala dengan keras dan mulai mondar-mandir lagi. Gw intip dari jendela, Meva masih asyik baca sambil sesekali senyum mencerna yg dia baca. Kacamatanya merosot di ujung hidungnya.

"Ah, gw heran deh! Tuh anak makannya apaan sih, bisa semanis itu?????"

Shit, gw gugup banget. Sebelum-sebelum ini gw nggak pernah deh kayak gini. Nembak mah nembak aja! Tapi kok ini beda yak...

Jelas beda laah... Meva emang beda dari cewek-cewek yg gw kenal selama ini. Ada sentuhan magic dari dirinya yg bikin gw klepek-klepek sampe nggak sanggup buat sekedar ngungkapin perasaan gw.

Gw bercermin lagi dan...Hey! Kenapa muka gw jadi pucet??? Sebesar itukah pengaruh Meva ke gw?!

Ya udahlah. Entar aja lah gw ngomongnya. Masih banyak waktu. Masih ada besok, lusa, lusanya lagi, lusanya lagi..........



Oke deh, deal! Gw pending deh sesi penembakannya sampe waktu yg belum ditentukan. Tapi gimana, kalo dia direbut dulu?? Kan kemaren dia bilang ada cowok yg lagi dia suka!

Tapi bukan anak kosan sini...

"Berarti bukan gw," kata gw frustasi.

Tapi kan semalem gw nggak sempet nanya gini : "cowok itu gw bukan??"

"Jelas BUKAN!!" pasti itu yg dikatakan Meva.

Udahlah, gw kumpulin keberanian gw dulu...

Gw buka pintu kamar.

Meva cantik bangeeet...

Gw merapikan rambut gw.

Penampilan luar itu penting coy...

Gw masukkin ujung kaos gw ke celana.

Kayak orang idiot! Keluarin lagi!

Gw keluarin lagi kaos gw.

Nah...

"Ekhem!"

Cool boy!

Gw berjalan ke tempatnya.

Mendadak kok gw ngerasa kayak jalan di catwalk yak!

Gw duduk di samping Meva. Dia cuma melirik sebentar lalu ngebaca lagi. Rambutnya yg panjang menutupi samping wajahnya yg tertunduk ke majalah di pangkuannya.

"Ekhem..."

Minum obat batuk woyy!!

Mendadak bingung nih mau ngomong apa.

Kan tadi udah deal, acara nembaknya ditunda!! Ngapain bingung??

"Va, gw mau ngomongin sesuatu sama loe.........."

WADUH!!!



Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Adalah Novel Karya Ariadi Ginting a.k.a Pujangga.Lama.
Share This :

Artikel terkait : Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 15

Posting Lebih Baru Posting Lama

0 komentar: