Teknologi Watermarking Pada Video MPEG
Abstrak
Perkembangan dari layananan multimedia yang baru dan lingkungannya membutuhkan suatu konsep, baik untuk mendukung proses eksekusi yang baru pada komputer yang terdistribusi dan juga untuk melindungi data multimedia selama pembuatan dan pendistribusian dalam bentuk dijital. Paper ini ditujukan dengan dasar bahwa perlindungan hak cipta sebagai permintaan tingkat keamanan yang paling tinggi dalam pemasaran barang-barang dijital. Konsep utama dari paper ini adalah untuk menyediakan lingkungan dimana video digital dapat diberi tanda oleh pembuatnya atau produser sebagai properti intelektual untuk memastikan dan membuktikan hak kepemilikan dalam video produksinya baik selama produksi dan distribusi. Untuk mengembangkan tampilan ke perubahan bentuk dari frame watermarking kami mengembangkan suatu tampilan 3D-difference untuk mengukur perubahan yang dibuat selama proses watermarking dan atau disebabkan oleh beberapa serangan yang merusak.
Pendahuluan
Produk-produk video merupakan karya intelektual manusia. Produk ini mencakup film dan musik (video) atau yang disebut dengan multimedia. Berbagai masalah dapat terjadi dengan produk-produk tersebut, seperti penggandaan, pembacaan pengubahan (manipulasi) yang semuanya dilakukan dengan cara yang tidak sah (illegal). Oleh karena permasalahan tersebut, perancang, produser dan publisher berusaha untuk mencari solusi agar produk-prduk yang dihasilkan dapat aman dan memperoleh keuntungan yang lebih bagi mereka.
Konsep utama dalam paper ini adalah memberikan lingkungan di mana video dijital dapat ‘ditanda tangai’ oleh pengarang atau produser sebagai karya intelektual mereka untuk membuktikan bahwa karya tersebut adalah benar-benar karya sah mereka.
Teknologi watermarking yang ada pada umumnya diterapkan pada objek gambar, kalaupun ada yang diterapkan pada objek video, teknologi watermarking tersebut kurang kuat atau kokoh (robust). Paper ini berupaya untuk mencari teknologi watermarking yang kuat pada video MPEG.
Ruang Lingkup
Teknologi watermarking merupakan salah satu teknologi yang digunakan untuk memberikan ‘tanda tangan’ pada karya dijital. Salah satu penerapannya adalah pada bidang multimedia, seperti musik dan film. Paper ini akan membahas teknologi watermarking pada salah satu cakupan multimedia yaitu video MPEG.
Watermarking Dijital
Watermarking dijital merupakan teknologi untuk memberikan dan membuktikan hak kepemilikan atas karya dijital, mendeteksi copy yang sah, mengotrol penggunaan data yang sah dan menganalisis penyebaran data melalui jaringan dan server. Tujuan utama mengenai watermarking dijital dalam paper ini adalah merancang sebuah algoritma yang bisa digunakan untuk semua jenis video dan dapat menyisipkan (embed) semu jenis kode informasi, terutama kode binary, dalam hal ini words.
Pada watermarking, label atau kode yang disisipkan ke dalam data multimedia harus unik yang mengidentifikasikan pemegang hak cipta dan label tersebut sulit untuk dihapus bahkan setelah beberapa kali transformasi data. Jadi keberadaan data (label) di dalam produk harus dijaga. Teknik pelabelan bertujuan untuk memberikan keamanan dan kekuatan (robustness) label yang disisipkan terhadap usaha-usaha sebagai berikut:
- Pendeteksian lokasi data yang disisipkan.
- Menemukan dan mengubah label yang disisipkan.
- IMB attack.
- Perusakan atau penghapusan label yang disisipkan.
Semua tranformasi pada frames dapat menimbulkan kerusakan pada informasi yang disisipkan dan informasi tersebut tidak dapat ditemukan kembali oleh pemiliknya.
Kebutuhan untuk Watermarking pada Video MPEG
Algoritma kompresi MPWG menggunakan teknik pengkodean Discrete Cosine Transform (DCT) pada blok 8x8. Hasilnya berupa aliran (stream) yang berisi barisan I-, P-, dan B-frame.
Berikut ini hal-hal penting yang perlu diperhatikan dalam watermarking pada video MPEG:
- Kekuatan vs kompresi tinggi dengan kompresi DCT
- Kekuatan vs scaling.
- Pelabelan setiap frame video tunggal (I-, P-, dan B- frame) untuk memberikan watermarking yang berkelanjuatn dan menghindarkan dari serangan pemotongan frame tunggal.
- Kebenaran pengkodean frame tanpa visual artefact. Perubahan pada I-frame mempengaruhi pengkodean B-dan P- frame.
- Runtime, performansi untuk video streaming atau penyimpanan video.
Algoritma Zhao Koch
Algoritma Zhao Koch menyisipkan label hak cipta ke dalam domain frekuensi. Algoritma ini secara pseudo random memilih tiga koefisien dari blok DCT yang di-encode dan mengubahnya untuk menyimpan informasi bit tunggal dari label hak cipta menggunakan kunci rahasia. Untuk menyisipkan bit 1 atau 0, Zhao dan Koch mendefinisikan pola yang berbeda, tinggi, sedang, dan rendah sebagai aturan pengubahan. Penyimpanan sebuah bit yang mengandung informasi membutuhkan pengubahan yang berarti di dalam blok, kemudian koefisian diubah ke dalam bentuk pola yang tidak valid untuk memberi tahu bahwa tidak ada informasi yang disisipkan di dalam blok. Pada uumnya pola yang tidak valid membutuhkan perubahan yang lebih sedikit di dalam koefisien dari pada encoding sebuah bit 1 atau 0. Selama proses ekstraksi, koefisien yang sama secara pesudo random dipilih menggunakan kunci rahasia dan hubungan diantara koefisien dianalisis, bergantung pada sebuah bit 1 atau 0 yang diekstrak.
Algoritma ini tidak membutuhkan gambar asli untuk pelusuran. Keuntungan dari algoritma ini adalah informasi disisipkan di dalam domain yang dikompresi dan dengan mudah dapat diterapkan pada pengompresian video MPEG dengan operasi yang minimal.
Sebaliknya algoritma ini tidak kuat dalam melawan scaling atau rotasi karena dimensi gambar digunakan untuk mengbangkitkan barisan pseudo random. Tujuan paper dalam hal ini adalah untuk mengevaluasi kelakuan kompresi MPEG dan pengkodean di P- dan B-frame.
Algoritma Fridrich
Metode dari algoritma ini didasarkan pada pola overlaying dengan kekuatan yang terletak pada frekuensi yang rendah. Pola dibuat menggunakan pseudo number random generator dan celular automaton with voting value. Metode ini juga menimbulkan kelemahan yang dapat diserang dengan menggunakan fakta bahwa area gambar hampir seragam atau mempunyai gradien kecerahan yang konstan mungkin memperlihatkan pola watermark. Untuk mengatasi kelemahan ini Fridrich menggunakan metode yang didasarkan pada pola overlaying. Jika pola dibentuk dalam bentuk yang sensitif, berdasarkan barisan watermark, bahkan jika pola watermark menunjukkan area yang seragam, hal ini tidak mungkin untuk melakukan penyerangan. Barisan watermark bit digunakan untuk inisialisasi pseudo random generator untuk membuat pola hitam dan putih secara random dari gambar yang berukuran sama. Sebuah celular automaton with voting value diaterapkan sampai konvergensi dari fixed point didapat. Aturan voting menggabungkan random patches ke dalam area yang terhubung. Pola selanjutnya disaring menggunakan penyaring untuk mengubahn porsi utama dari kekuatan ke dalam frekuensi yang rendah. Level abu-abu dari pola terakhir diubah ke dalam skala yang kecil dan pola kemudian ditambahkan ke dalam gambar. Gambar yang sudah diberi watermark menujukkan tidak ada degradasi yang dapat dilihat dikarenakan pola yang terlapisi. Hal ini dimungkinkan untuk membuktikan keberadaan pola pada gambar setelah disaring. Watermark juga menjadi tahan terhadap collusion attack.
Kelemahan dari algorirtma ini adalah proses temu kembali (retrieval) memerlukan gambar aslinya. Untuk video hal ini tidak dapat diterapkan karena kita membutuhkan keseluruhan video untuk membuktikan watermark. Algoritma yang akan kita gunakan mengatasi masalah ini menggunakan teknik statistikal untuk proses temu kembali label tanpa gambar aslinya.
Kelemahan kedua adalah algoritma watermarking menyisipkan hanya satu informasi. Tidak ada informasi lengkap tentang pengarang atau produser yang disisipkan. Proses temu kembali memberikan pola true atau false untuk menandakan keberhasilannya. Tujuan kita dari permasalah ini yaitu algoritma dapat digunakan untuk menyisipkan lebih banyak informasi seperti nama atau alamat.
Uji Coba Watermarking pada Video MPEG dengan Pendekatan pada Domain DCT
Uji coba sistem mengambil kekuatan informasi yang disisipkan ke dalam properti HVS menggunakan dua parameter, yaitu smoothness, dan edge character dari blok.
Edge character didasarkan pada analisisa nilai DCT sehingga kita dapat mendeteksi vertikal dan horisontal edge. Smoothnes dan edge character adalah dua paramater utama. Sebelum watermarking dimulai, video MPEG di-decode sehingga menghasilkan frame tunggal. Informasi yang disisipkan dienkripsi dengan kunci rahasia dari pengguna dan kemudian disisipkan ke dalam gambar dengan kunci yang sama sebagai seed untuk pembangkitan pseudo random number .
Metode Embedding
Penyisispan label data dilakukan dalam tiga langkah. Dalam algoritma Zhao dan Koch, hal ini dilakukan dalam dua langkah, yaitu langkah pertama dan ketiga. Kita menggabungkan langkah kedua untuk meningkatkan kualitas visual dari frame yang disisipi dan menggabungkankan sebuah error correcting code.
Langkah pertama, barisan posisi dibangkitkan dari kunci pengguna (sebagai seed) secara secure random. Hal ini penting untuk menyembunyikan watermark di dalam frame. Dengan tujuan untuk membangkitakn barisan posisi, setiap blok ditransformasikan ke dalam discrete cosine. Walaupun beberapa teknik telah dikembangkan untuk memeriksa karakteristik dari HVS, penghitungan smoothnes dan edge character blok dijaga agar tetap sederhana. Hal ini dikarenakan fakta bahwa di dalam versi yang akan datang,
penghitungan dilakukan dalam domain stream MPEG dan diharapkan dalam waktu nyata. Parameter smooth merupakan nomor koefisien DCT yang sederhana yang merupakan bilangan bukan nol setelah quantization dengan quantization matriks Qm, yang dapat dilihat di dalam matriks berikut ini. High value smooth menandakan banyak komponen frekuensi.
Tetapi blok dengan edge character memiliki banyak komponen frekuensi juga, jadi parameter kedua (edge) ditambahkan untuk mengurangi artefacts.
Parameter edge dihitung sebagai smooth sederhana, edge merupakan penjumlahan dari nilai mutlak koefisiesn DCT 1, 2, 8, 9, 10, 16, 17 yang ditandai di matriks Qm, yang merepresentasikan frequensi DCT yang lebih rendah. Nilai yang tinggi di dalam komponen ini menandakan blok yang dapat memiliki edge character. Untuk menentukan level toleransi vs distorsi melaui waterm yang disebabkan oleh dua kombinasi dari parameter linear, dibuat hubungan Level = smoothscales * smotth + edgescle * edge + offset.
Parameter offset dibutuhkan untuk kekuatan dasar dari watermark. Kombinasi linear dapat dibayangkan sebagai kekuatan watermark yang ditandai oleh variasi offset dan slight yang bergantung pada karakteristik blok dengan bobot smoothscale dan edgescale. Nilai smoothscale = -10, edgesclae = 0,27 dan offset = 50 dievaluasi melalui uji coba.
Karena level dapat berupa nilai yang negatif, level dibatasi menjadi nilai diantara 0 dan 50. Sejauh ini level-estimation tidak bergantung pada algoritma watermarking.
Untuk menentukan kekuatan watermarking di dalam level yang bebas, quantization-factor Qf digunakan di dalam algoritma Zhao Koch . Setiap perubahan nilai DCT didasarkan pada nilai DCT asli yang di-quantized dengan Qm/Qf. Oleh karena perubahan dibuat menjadi nilai DCT yang ter-quantizied , dengan Qf = 1, hal ini menyebabkan perubahan 4 kali lebih besar dari pada nilai Qf = 4. Q f dihitung dari level melalui tabel look-up karena nilai hubungan dan range Qf yang kecil dianggap tidak penting.
Karena level dapat berupa nilai yang negatif, level dibatasi menjadi nilai diantara 0 dan 50. Sejauh ini level-estimation tidak bergantung pada algoritma watermarking.
Untuk menentukan kekuatan watermarking di dalam level yang bebas, quantization-factor Qf digunakan di dalam algoritma Zhao Koch . Setiap perubahan nilai DCT didasarkan pada nilai DCT asli yang di-quantized dengan Qm/Qf. Oleh karena perubahan dibuat menjadi nilai DCT yang ter-quantizied , dengan Qf = 1, hal ini menyebabkan perubahan 4 kali lebih besar dari pada nilai Qf = 4. Q f dihitung dari level melalui tabel look-up karena nilai hubungan dan range Qf yang kecil dianggap tidak penting.
Sebelum proses penyisipan dimulai, sebuah error code dibuat dengan cara sebagai berikut. Setiap informasi watermarking dikode ke dalam 5 bit pertama. Aliran bit yang dihasilkan kemudain dikode dengan BCH. Untuk lebih meningkatkan redundansi, setiap 31 bit word disisipkan secara berulang-ulang. Redundansi parameter bit menentukan jumlah dari redundansi.
Di dalam langkah yang ketiga, informasi watermarikng dengan error correction dan redundansi disisipkan seperti yang dijelaskan di dalam algoritma Zhao dan Koch. Dari setiap tiga lokasi blok DCT yang ter-quantized di dalam medium frekuensi dengan nilai mutlak Y1, Y2, dan Y3 yang dipilih, di situlah bit disisipkan. Untuk meng-encode
bit, tiga nilai yang diubah menjadi satu seperti pola berkut ini.
Jika perubahan pada bit yang disisipkan terlalu besar, Y1, Y2, dan Y3 diubah ke dalam pola yang tidak valid (H, L, M; L, H, M; M, M, M) . Setelah perubahan dibuat, blok di-quantizied dan DCT dibalik.
Keterangan:
H : high / tinggi.
M : medium / sedang.
L : low / rendah.
Metode Retrieval
Proses penemuan kembali (retrieval) dilakukan dengan langkah yang sama seperti pada lagoritma Zhao dan Kock. Kita men-decode frame tunggal dari video dan melakukan langkah pembalikan (inverse) terhadap informasi yang disisipkan. Dua langkah pertama dilakukan di dalam proses penyisipan. Langkah kedua tidak begitu penting, tetapi informasi tentang kekuatan dari watermark di setiap blok berguna dalam penggunaan error correcting dan kode redudansi. Di langkah ketiga, tiga lokasi yang sama dari setiap blok diperiksa seperti pada proses penyisipan. Kemudian pola dapat diperiksa dan bit yang disisipkan dapat dibaca.
Hasil Uji Coba
Kita telah melakukan pengujian terhadap algoritma Zhao dan Koch yang diterapkan dengan video MPEG yang berbeda. Hasil dari 15 frame pertama dapat dilihat di tabel. Tabel mengandung error rate setelah MPEG reenconding, konversi format ke dalam konversi QuickTime dan setelah informasi yang disisikan dihapus dengan StirMark.
Compression-rate dihitung dari 24 bit gambar yang tidak dikompres dan kemudian digunakan parameter berikut ini: smoothscale = -10, edgescale = 0,43, offset = 40 kekuatan watermark = 2 dan bit redundansi = 4. Tabel konversi dari level ke quantization factor Qf dapat dilihat di bawah ini.
Di dalam langkah yang ketiga, informasi watermarikng dengan error correction dan redundansi disisipkan seperti yang dijelaskan di dalam algoritma Zhao dan Koch. Dari setiap tiga lokasi blok DCT yang ter-quantized di dalam medium frekuensi dengan nilai mutlak Y1, Y2, dan Y3 yang dipilih, di situlah bit disisipkan. Untuk meng-encode
bit, tiga nilai yang diubah menjadi satu seperti pola berkut ini.
Jika perubahan pada bit yang disisipkan terlalu besar, Y1, Y2, dan Y3 diubah ke dalam pola yang tidak valid (H, L, M; L, H, M; M, M, M) . Setelah perubahan dibuat, blok di-quantizied dan DCT dibalik.
Keterangan:
H : high / tinggi.
M : medium / sedang.
L : low / rendah.
Metode Retrieval
Proses penemuan kembali (retrieval) dilakukan dengan langkah yang sama seperti pada lagoritma Zhao dan Kock. Kita men-decode frame tunggal dari video dan melakukan langkah pembalikan (inverse) terhadap informasi yang disisipkan. Dua langkah pertama dilakukan di dalam proses penyisipan. Langkah kedua tidak begitu penting, tetapi informasi tentang kekuatan dari watermark di setiap blok berguna dalam penggunaan error correcting dan kode redudansi. Di langkah ketiga, tiga lokasi yang sama dari setiap blok diperiksa seperti pada proses penyisipan. Kemudian pola dapat diperiksa dan bit yang disisipkan dapat dibaca.
Hasil Uji Coba
Kita telah melakukan pengujian terhadap algoritma Zhao dan Koch yang diterapkan dengan video MPEG yang berbeda. Hasil dari 15 frame pertama dapat dilihat di tabel. Tabel mengandung error rate setelah MPEG reenconding, konversi format ke dalam konversi QuickTime dan setelah informasi yang disisikan dihapus dengan StirMark.
Compression-rate dihitung dari 24 bit gambar yang tidak dikompres dan kemudian digunakan parameter berikut ini: smoothscale = -10, edgescale = 0,43, offset = 40 kekuatan watermark = 2 dan bit redundansi = 4. Tabel konversi dari level ke quantization factor Qf dapat dilihat di bawah ini.
Hasil pengujian kekuatan (robust) yang dilakukan dapat dilihat di dalam tabel berikut ini. Kita menyisipkan 60 bit informasi. Kita melakukan MPEG-encoding, transformasi QuickTime dan serangan StirMark dengan algoritma Zhao dan Koch yang ditingkatkan sehingga mendapatkan nilai sebagai berikut. Tabel mengukur bit error setelah dilakukan transformasi dengan error correcting code. Nomor menunjukkan jumlah bit error yang muncul di dalam 13 frame pertama setelah dilakukan kompresi tinggi MPEG, konversi QuckTime, dan serangan StirMark.
Algoritma yang digunakan menunjukkan hasil yang bagus di dalam kompresi MPEG dan QuickTime. Error rate dari informasi yang disisipkan menunjukkan hasil yang baik di I-frame. B-frame masih memiliki beberapa masalah. StirMark menghapus informasi yang disisipkan sampai 30%. Tanpa error correcting code watermark akan rusak semuanya. StirMark menghapus watermark di dalam algoritma asli Zhao Koch. Visual artefact dapat dihindari.
Dalam paper ini, kita telah membahas teknik-teknik watermarking, keunggulan dan kelemahannya untuk memungkinkan keamanan dari hak cipta yang disisipkan. Tes kekuatan yang diadakan teruatama didasarkan pada kompresi, kompresi bentuk dan transformasi geometrik. Kita tekankan bahwa pendekatan yang diambil dari Zao Koch dengan error corecting code cocok
untuk video MPEG dan kualitas frame di mana informasi disisipkan dapat ditingkatkan. Pendekatan Fridrich juga dapat digunakan dan berhasil meningkatkan keberhasilan kode binary yang disisipkan dan dapat digunakan untuk proses temu kembali tanpa gambar aslinya. Keuntungan algoritma Firdrich adalah kemungkinan untuk menyisipkan lebih banyak bit-bit informasi (>250) per frame dan untuk menganani serangan StirMark.
Algoritma yang digunakan menunjukkan hasil yang bagus di dalam kompresi MPEG dan QuickTime. Error rate dari informasi yang disisipkan menunjukkan hasil yang baik di I-frame. B-frame masih memiliki beberapa masalah. StirMark menghapus informasi yang disisipkan sampai 30%. Tanpa error correcting code watermark akan rusak semuanya. StirMark menghapus watermark di dalam algoritma asli Zhao Koch. Visual artefact dapat dihindari.
Kesimpulan
Dalam paper ini, kita telah membahas teknik-teknik watermarking, keunggulan dan kelemahannya untuk memungkinkan keamanan dari hak cipta yang disisipkan. Tes kekuatan yang diadakan teruatama didasarkan pada kompresi, kompresi bentuk dan transformasi geometrik. Kita tekankan bahwa pendekatan yang diambil dari Zao Koch dengan error corecting code cocok
untuk video MPEG dan kualitas frame di mana informasi disisipkan dapat ditingkatkan. Pendekatan Fridrich juga dapat digunakan dan berhasil meningkatkan keberhasilan kode binary yang disisipkan dan dapat digunakan untuk proses temu kembali tanpa gambar aslinya. Keuntungan algoritma Firdrich adalah kemungkinan untuk menyisipkan lebih banyak bit-bit informasi (>250) per frame dan untuk menganani serangan StirMark.
Referensi
- Benham D., Memon N., Yeo B.-L., Yeung M., Fast Watermarking of DCT-based Compressed Images, CISST '97 International Conference.
- Cox, I.J., Miller, M.L., A review of watermarking and the importance of perceptual modeling, Proc. Of Electronic Imaging’97, 1997.
- Digimarc, Watermarking Technology, PictureMarcTM 1996.
- Dittmann, J., Steinmetz, A., Nack, F., Steinmetz, R., Interactive Watermarking Environments, IEEE Multimedia 1998.
- Fridrich, J., Methods for data hiding, Center for Intelligent Systems & Department of Systems Science and Industrial Engineering, 1997.
- Hartung, F., Girod, B., Copyright Protection in Video Delivery Networks by Watermarking of Pre-Compressed Video, ECMAST 1997 Vol. 1242, pp.423-436, Springer, Heidelberg, 1997.
- Koch, E. and Zhao, J., Towards Robust and Hidden Image Copyright Labelling, IEEE Workshop on Nonlinear Signal and Image Processing, 1995.
- Kuhn, M.G., Stirmark.
- AlpVision, Digital Vidoe Watermarking.
0 komentar: