Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 1



Akhir bulan September 2000...

Gue lulusan SMA tahun 1997 dan memutuskan meneruskan kuliah sampai berhasil mendapatkan ijazah Diploma 3 yg gue selesaikan hanya dalam waktu dua setengah tahun di sebuah fakultas di kota kelahiran gue.
dan berbekal ijazah itu gue coba mengirim lamaran ke beberapa perusahaan di ibukota karena gue pikir perusahaan di kota tempat gue tinggal nggak begitu menjanjikan. makanya gue pilih ke luar kota, siapa tau peruntungan gue memang di sana. namun berbulan-bulan gue tunggu tetapi belum juga ada jawaban dari lamaran gue.

sudah hampir genap satu tahun gue menganggur di rumah membebani orangtua. dan pada pertengahan Agustus tahun 2000 gue mendapatkan sebuah surat panggilan dari sebuah perusahaan produsen alat-alat elektronik di Karawang. gue sendiri heran karena seingat gue, gue hanya mengirim lamaran ke perusahaan di Jakarta dan Bandung. tapi namanya pengangguran, gue ambil aja kesempatan ini.

dan berangkatlah gue ke Karawang...

di Karawang gue nggak punya kenalan siapa-siapa. maka gue keliling di sekitar perumahan yg letaknya dekat ke kawasan industri biar lebih dekat dengan kantor. selama tes berlangsung gue numpang tidur di sebuah mesjid. untungnya tes nya cuma tiga hari. setelah ada keputusan gue diterima kerja magang, gue putuskan mencari kosan. dengan bantuan tukang ojek yg gue kenal sewaktu ngobrol-ngobrol di mesjid, gue akhirnya menemukan sebuah kontrakan di daerah Perumahan Teluk Jambe.

kontrakan itu lumayan laris. dua lantai di bawah sudah terisi penuh dan hanya ada sisa satu kamar di lantai tiga.

"tinggal yang ini Mas," kata Pak Haji pemilik kosan menunjuk pintu sebuah kamar di ujung koridor..

gue memandang berkeliling sementara Pak Haji membukakan pintu untuk gue melihat-lihat kamarnya. di lantai atas ini cuma ada enam kamar. masing-masing kamar sudah dilengkapi dengan fasilitas kamar mandi di dalamnya. dengan harga sewa seratus ribu rupiah per bulan, gue terima dan mulai hari itu gue resmi jadi penghuni kamar nomor 23. kamar-kamar di sini terpisah koridor selebar kurang lebih dua meter. tiap sisi ada tiga kamar yg saling berseberangan. gue sendiri merasa cukup beruntung karena mendapat kamar yg posisinya paling ujung. kamar gue dan kamar di depan disambung oleh sebuah tembok pendek berukuran setengah meter sebagai pembatas.

besok gue sudah mulai kerja, maka hari ini juga gue berbenah kamar. menyapu dan mengepel serta membersihkan dinding dari sarang laba-laba yang menempel. nampaknya kamar ini sudah lama tidak ditempati. dan sesi bersih-bersih itu selesai pukul setengah lima sore. gue sedang duduk di kursi kecil depan kamar saat kamar sebelah gue mulai menyetel lagu dengan volume kencang. beginilah nasib anak kos baru, cuma bisa jadi pendengar setia.

setelah capek bersih-bersih dan menyempatkan mendengar tiga buah lagu yg disetel kamar sebelah, gue turun keluar mencari warung makan. limabelas menit kemudian gue sudah berjalan di tangga menuju kamar gue dengan sekantong nasi bungkus di tangan. anak-anak kamar sebelah gue nampaknya masih asyik tidur di kamar mereka, karena gue tau rata-rata penghuni kosan ini adalah karyawan yg bekerja di kawasan industri.

hanya ada satu pintu yg terbuka, pintu kamar seberang gue. di depan pintu seorang wanita sebaya gue sedang duduk memeluk lutut dan memandang kosong ke lantai di bawahnya. rambutnya panjang dibiarkan tergerai sedikit menutupi wajah. hidung mancung dan berperawakan lumayan tinggi. saat itu dia mengenakan sebuah celana jeans pendek se paha, tapi yg menarik perhatian gue adalah kaos kaki yg dipakainya itu. kaos kaki panjang sampai menutupi lutut. Karawang adalah kota yg panas, maka gue sendiri aneh melihatnya memakai kaos kaki yg begitu panjang.

"sore Mbak," sebagai "anak baru" gue memberanikan diri menyapa supaya dinilai sopan.

diam. wanita itu bergeming. jangankan membalas sapaan gue, mengangkat kepalanya pun tidak.

"selamat sore Mbak..." kali ini gue coba keraskan suara.
dia tetap diam.

"sialan," omel gue dalam hati. maka gue putuskan langsung masuk ke kamar dan menyantap nasi bungkus gue.

nggak ada yg spesial di hari pertama gue di kosan. kecuali momen mati lampu pada jam delapan malam, gue memutuskan segera beranjak tidur karena besok pagi gue tidak boleh terlambat datang ke kantor. gue cukup senang listrik mati, karena itu artinya gue bisa dengan tenang tidur. kamar sebelah gue mendadak menjadi "bisu".

entah sudah jam berapa saat itu, dalam kondisi kantuk yg mulai menjalari mata, samar-samar gue seperti mendengar sebuah suara. asalnya dari luar, entah dari sebelah mana. sebuah suara isak tangis seorang wanita, gue yakin. isakan kesedihan yg dalam.

bulu kuduk gue merinding. pikiran gue mulai membayangkan kelebatan-kelebatan sosok yg bahkan nggak pernah gue tau keberadaannya. gue menaikkan selimut sampai menutup kepala. suara itu hilang.

gue diam memasang telinga berusaha menangkap suara-suara lagi. tapi tidak ada suara apa pun. beberapa menit gue masih terjaga memastikan. tetap sunyi. hanya suara degup jantung di dada gue yang terdengar mengalun berkejaran dengan suara detik jam di dinding....

esok paginya gue terbangun dengan kepala pening. agaknya gue salah posisi tidur semalam. gue lihat jam setengah enam pagi. buru-buru gue mandi, gue harus sudah di kantor jam tujuh meski jam masuk adalah jam setengah delapan. hari pertama ini gue harus memberikan kesan yg baik kepada atasan gue.

selesai mandi gue bergegas mencari sarapan. pagi begini ada penjual nasi uduk "dadakan" di depan kos jadi gue nggak perlu repot-repot nyari sarapan. seperti yg sudah gue bilang, penghuni kontrakan ini kebanyakan karyawan pabrik. lapak nasi uduk ini sudah dipenuhi antrian mereka yg hendak berangkat shif pagi.

gue berdiri di belakang antrian. dari sini gue bisa melihat pintu kamar gue di atas. dan di tembok pembatas itu, gue melihat dia. wanita yg kemarin gue temui di depan pintu kamarnya. dia sedang memandang kosong seperti kemarin. dan saat gue perhatikan ekspresi hampa nya, gue jadi teringat suara tangisan yg gue dengar semalam.

apa mungkin tangisan itu adalah suara dia? kalau dilihat dari sikapnya, kemungkinan besar memang benar. wanita berkaos kaki hitam, begitu gue memanggilnya mulai hari ini.

dan pagi itu pun gue memulai hari pertama gue kerja, atau lebih tepatnya disebut magang. setelah lewat masa magang selama 1 tahun, gue akan dipromosikan sebagai staff di bagian General Affair sesuai fresh graduate gue. suasana kantor cukup menyenangkan dan bersahabat. meski sangat terkesan kikuk, gue mencoba secepat mungkin beradaptasi dengan lingkungan kerja yg baru ini.

karena ini hari pertama, gue cuma diberi tugas ringan. mengecek data kelengkapan barang keperluan karyawan dan beberapa tugas ringan lainnya. gue lebih banyak nganggur. nganggur bikin gue bengong. dan orang bengong pasti melamun.

maka mulai melintas pertanyaan-pertanyaan aneh di benak gue. tentang wanita berkaos kaki hitam itu. apa yg selalu dilamunkan oleh dia? apa dia menderita depresi berkepanjangan? karena gue lihat nggak ada sedikitpun ekspresi ceria di wajahnya. dan lambat laun otak gue mulai dipenuhi bayangan-bayangan wanita itu.

gue mesti cari tahu. dan sorenya sepulang kerja gue beranikan diri berkenalan dengan penghuni kamar sebelah gue yg selalu "berisik". sore itu dia menyetel lagu band yg sedang naik daun saat itu.

"kerja dimana Mas?" Indra, nama laki-laki itu. kami mengobrol di teras kamarnya.
"di SH**P," jawab gue.

"udah lama?"

"baru kemaren kok. semalem baru gue tidur di sini."

Indra mengangguk. dan kami mulai larut dalam obrolan ringan. setelah gue rasa cukup akrab sebagai orang baru, gue beranikan diri bertanya tentang 'dia'.

"oh iya Ndra, lo tau nggak cewek penghuni kamer depan gue?"

"emang ada ya yg nempatin kamer itu?" dia malah balik tanya.

"lah..kemaren gue liat kok. cewek yg pake kaos kaki item panjang itu?"

"lo liat setan kali?" Indra tertawa lebar. "hahaha.. sorry cuy. gue nggak hafal soalnya balik gawe gue 'ngebo' di kamer. keluar kalo nyari makan doang, abis itu molor lagi. sama kamer sebelah juga gue nggak kenal. cuma sama lo aja. itu juga lo nya yg ngajak kenalan duluan.."

gue menggaruk kepala yg sebenernya nggak gatal. rupanya gue salah pilih informan. dan rasa penasaran gue semakin membubung dalam dada. gue sengaja membuka sedikit gorden jendela kamar gue supaya bisa mengintip keluar kalau-kalau wanita itu menampakkan dirinya. gue ingin sekali melihat dengan jelas wajahnya tanpa tertutup rambut.

berjam-jam gue duduk di samping jendela yg kacanya rendah ini. tapi pintu kamar di depan gue tidak bergerak se inchi pun. entah berapa lama gue duduk dalam diam mengawasi dengan saksama.

tapi nampaknya malam ini misi gue nggak membuahkan hasil. gue malah tertidur di samping jendela dan bangun keesokan paginya dengan kepala lebih sakit......

minggu pertama gue lalui tanpa kejadian aneh seperti malam pertama. rentang waktu ini gue gunakan untuk mengenal orang-orang di sekitar gue. selain Indra yg sekarang sudah jadi teman dekat gue, dua kamar lain dihuni karyawan sebuah perusahaan pabrikan mobil ternama. mereka terlalu sibuk dengan jam lemburnya jadi gue nggak begitu sering bertatap muka. sementara satu lagi kamar ditempati sepasang suami istri yg sama-sama berkarir sebagai karyawan swasta.

gue sekarang sudah akrab dengan Indra. hampir tiap malam gue numpang nonton tivi di kamarnya karena dengan bekal yg gue bawa dari kampung nggak mencukupi untuk membeli barang-barang kebutuhan sekunder. yg penting bulan pertama ini gue punya tempat untuk tidur dan mandi dulu. kebutuhan lainnya akan gue pikirkan nanti.

gue berhasil membuat Indra "tobat" dari kebiasaannya menyetel lagu menggunakan speaker aktif dengan volume berlebihan. gue menyarankan dia untuk memakai headset dan sekarang dia jadi maniak headset kalau balik kerja. dan sekarang lantai atas sudah sepi dari kegaduhan.

satu bulan berlalu sejak kejadian malam pertama, dan anehnya satu bulan ini gue nggak pernah sekalipun bertemu lagi dengan 'wanita berkaos kaki hitam'. berkali-kali saat hari libur gue tongkrongin depan kamarnya sambil main gitar milik Indra. gue yakin kalau kamar ini memang berpenghuni, orangnya pasti akan keluar. tapi nyatanya gue nggak mendapatkan hasil apapun. kamar ini seolah ditinggal begitu saja oleh pemiliknya. entah sudah berapa lama dia nggak balik ke kamarnya.

kadang gue coba beranikan diri mengintip ke dalam lewat celah di jendela. tapi kaca jendela tertutup rapat kertas koran yg ditempel dari dalam.

dan karena nggak juga membuahkan hasil, minggu ketiga dan keempat gue nggak lagi begitu tertarik dengan 'wanita berkaos kaki hitam'. gue nggak lagi mengintip dari balik jendela ataupun nongkrongin kamarnya. aktifitas gue kembali normal seolah tanpa terjadi sesuatu apapun. dan meski Indra masih menganggap yg gue lihat waktu pertama di sini adalah penampakan hantu, gue nggak begitu menakutkannya.

satu bulan pertama berhasil gue lalui dengan baik. karena gue mulai masuk job training pada pertengahan menjelang akhir September, gue baru menerima gaji pertama di akhir bulan berikutnya. setelah mengambil uang secukupnya dari ATM gue balik ke kosan membawa beberapa makanan dari mini market. sekali-kali gue traktir si Indra makan-makan karena selama satu bulan ini gue memang sering ditraktir olehnya dan gue juga sempat pinjam uang ke Indra karena bekal gue habis. maka gajian ini gue lunasi hutang gue. hehehe..

kamar Indra masih tertutup pagi itu. semalam dia masuk shif malam. gue putuskan menunda dulu acara makannya sampai dia bangun. lalu gue duduk di kursi depan kamar gue sambil main gitar nggak jelas sesuka hati.

gue sudah nggak begitu penasaran lagi dengan penghuni kamar depan gue karena lelah dengan pengintaian tanpa hasil. gue mulai berpikir untuk menerima argumen Indra bahwa yg gue lihat waktu itu adalah penampakan hantu. maka alangkah terkejutnya gue pagi itu ketika dari bawah terdengar suara kaki menapaki anak tangga menuju lantai atas dan yg muncul kemudian adalah dia !! wanita berkaos kaki hitam itu !!

mata gue langsung terpaku menatap sosok yg berjalan menuju kamarnya. dan sama seperti yg gue lihat waktu pertama kali, dia kali ini juga memakai kaos kaki hitam panjang. saat itu dia memakai kaos oblong putih dan rok pendek selutut. rambutnya diikat ke belakang. gue berhasil melihat wajah wanita itu secara utuh ! bahagianya gue...

dan jantung gue tiba-tiba berdegup sangat kencang ketika wanita itu menoleh dan tersenyum ke arah gue. gue balas senyumannya dengan cengiran culun.

"anak baru yah?" dia bertanya sambil tangannya membuka kunci pintu kamarnya. nada suaranya terdengar sangat ramah dan bersahabat.

gue mengangguk. dan dia tersenyum lagi sebelum akhirnya masuk ke kamar lalu menutup lagi pintunya. secara refleks gue bergegas ke kamar Indra mengetuk pintunya dengan keras.

"Dul, bangun Dul.." teriak gue sambil tangan gue tetap menggedor pintu. beberapa lama nggak ada jawaban sampai akhirnya kepala Indra yg gundul plontos itu muncul dari balik pintu yg terbuka. mukanya kusut dan berminyak.

"apaan sih ganggu orang tidur aja?!" Indra menggerutu.

"cewek itu Ndul," kata gue bersemangat.

"cewek mana??" Indra kesal.

"cewek depan kamar gue ! dia barusan dateng tuh, ada di kamernya !!"

"terus apa hubungannya sama gue?"

"gue mau buktiin kalo dia bukan hantu. gue mau lo ketemu langsung sama orangnya !"

"busyet..gue baru tidur satu jam udah maen bangunin aja buat yg nggak jelas!"

"lo tadi tidur jam tujuh, sekarang jam sembilan. berarti lo tidur dua jam."

"iya..beda dikit!" lalu Indra menutup pintu lagi dan terdengar suara gerendel yg dikunci dari dalam.

beberapa kali gue panggil lagi tapi dia enggan menjawab. gue berdiri terpaku menatap pintu kamar di depan gue. gue yakin hari ini semua pertanyaan gue akan terjawab...

ada semacam rasa senang saat memandang wanita itu tersenyum. love at the first sight atau entah apapun itu namanya, gue seperti terkena addict. gue ingin melihatnya tersenyum lagi. ekspresi tenang dan menyenangkan yg gue lihat pagi ini benar-benar berbeda dari yg pertama gue temui dia tengah murung dan melamun. entahlah, apa sekarang beban pikirannya sudah hilang? apa masalah yg menghantuinya sudah benar-benar bisa diatasi?

gue nggak peduli itu. yg gue pedulikan adalah gimana caranya gue bisa ngeliat dia senyum lagi ke gue.

dua jam sudah gue duduk mengamati kamarnya tanpa bergeser se inchi pun dari posisi gue. sambil menikmati makanan yg akhirnya gue habiskan sendiri, gue menunggu dia membuka pintu dan menampakkan diri. saat itulah nanti gue akan coba berkenalan atau sekedar say hayy.

lampu dalam kamarnya masih menyala. saking konsentrasinya gue sampai nggak menyadari kehadiran Indra di depan pintu kamar gue.

"ngapain lo Ri bengong gitu?" kata Indra sambil kucek-kucek mata dan menguap lebar.

gue menoleh ke arahnya yg menatap gue heran.

"gue pengen buktiin ke elo," kata gue.

"bukti apaan?" sahutnya malas.

"tuh liat," gue menunjuk kamar wanita itu.

"apaan yg lo maksud?"

"tuh liat lampu kamer nya nyala. berarti ada orang di dalemnya kan?" gue mengamati ekspresi wajah Indra.

"mana? apanya yg nyala??" katanya datar.

"itu lamp.........." gue terdiam saat menoleh ke depan dan mendapati lampu kamar di dalamnya mati. keadaan di dalam sana gelap total. gue nggak percaya ini. gue kedipkan kedua mata gue berkali-kali, berharapa pada kedipan ke sekian gue akan melihat lampunya menyala lagi dan gue akan bilang ke Indra 'tuh kan..'

tapi lampu itu tetap mati.

"ckckck..." Indra geleng kepala. "lo beneran liat setan kali Ri!"

gue diam. gue tau posisi gue saat ini nggak menguntungkan untuk melakukan debat dengannya. gue hanya heran, kenapa wanita ini sepertinya enggan menampakkan diri ke orang lain.

"ngapain lagi lo, Ri?" tanya Indra begitu melihat gue bergerak ke pintu kamar depan gue.

"permisi..." gue mengetuk pintu. gue tunggu beberapa detik, dan gue ulangi lagi ketukan saat nggak ada sahutan dari dalam.

"serah lo deh Ri. mau lo bilang cewek pake kaos kaki item, atau kaos kaki nya dipake cewek...lo kayaknya butuh dukun," Indra berkomentar.

"dukun? buat apaan?"

"kali aja lo mau melahirkan." jawabnya asal. "gue bawa makanannya ya. thanks," lanjut Indra sambil meraih kantong berisi makanan dari atas kursi lalu masuk lagi ke kamarnya.

gue diam memandang pintu kayu di hadapan gue saat ini. ingin sekali gue mendobraknya dan memastikan wanita ada di baliknya. tapi rasa penasaran gue perlahan diselimuti rasa takut yg tiba-tiba.

"jangan-jangan emang hantu??" batin gue dalam hati.

"Ndra..." gue berjalan ke kamar Indra. "utang gue berapa ke elo?"

Indra sedan nonton berita di tivi.

"pego. eh, emangnya lo udah ada buat bayarnya?"

"ada dong. kemaren gue gajian," gue mengambil dompet lalu memberikan sejumlah uang yg dimaksud ke Indra.

"thanks ya. laen kali gue nganjuk lagi ke elo. hehehe..."

Indra hanya menggerutu pelan.

"eh, ada temen gue mau kenalan sama elo Ri." kata Indra.

"temen? siapa? cewek apa cowok?"

"cewek. cakep lagi," Indra mengacungkan jempol tangannya.

"serius lo?"

Indra mengangguk mantap.

"kok bisa, mau kenalan sama gue?" tanya gue heran.

"temen gue namanya Desi, biasa pada manggil Echi. temen sekolah dulu sih, ketemu lagi di sini. doi lagi patah hati ditinggal kimpoi mantannya, jadi ya butuh temen ngobrol gitu. tapi inget, jangan macem-macem lo. jangan di apa-apa in deh."

"busett...kayak gue penjahat kelamin aja," sahut gue. "lagian kan udah ada elo? kenapa nggak sama lo aja ngobrolnya?"

"kan gue sama dia udah kenal? ya sama temen sekolah gimana sih rasanya? gue pikir sama lo bakal nyambung deh."

"ya udah bawa sini aja anaknya."

"beneran? entar malem gue suruh ke sini deh."

gue mengangguk setuju lalu beranjak pergi.

"eh eh...mau ke mana lo?"

"tidur," jawab gue singkat.

"inget lho pesen gue tadi!"

"iyaa bawel lo!"

gue masuk ke kamar. sepintas gue pandangi pintu kamar di seberang gue. tertutup rapat dan gelap di dalamnya. mungkin tadi memang benar-benar hantu? atau gue yg berhalusinasi? entahlah, yg pasti saat ini gue butuh yg namanya tidur...
malam minggu itu Indra benar-benar membuktikan ucapannya. sekitar jam setengah delapan malam dia muncul di atas tangga bersama seorang wanita yg baru gue lihat. mereka berjalan ke arah gue yg sedang duduk di atas tembok beranda pembatas kamar.

"Chi, ini dia cowok yg gue ceritain ke lo." Indra menunjuk gue. "Ri, kenalin nih Echi."

kami berjabat tangan.

"salam kenal ya," kata Echi seraya tersenyum.

Echi bertubuh pendek, tingginya sekitar di telinga gue kalau kami sama-sama berdiri. kulitnya putih dan berambut panjang sebahu. sebenarnya gue yakin wajahnya manis, tapi agaknya dia sedikit over dengan make up yg dipolesnya di wajah.

"ya udah kalian ngobrol-ngobrol aja dulu, gue mau ngapel." Indra meninju lengan gue pelan. "inget pesen gue tadi pagi."

gue cuma nyengir. Indra mengedipkan matanya ke Echi lalu beranjak turun ke tangga.

"kalian ada 'pesen' apa sih?" Echi tertarik dengan ucapan Indra tadi.

"eh, enggak kok bukan apa-apa. biasalah Indra emang ngaco. hehehe..."

gue turun dari duduk gue lalu berjalan mengambil kursi di depan kamar.

"duduk," gue mempersilakan Echi.

"lo sendiri?"

"biar gue berdiri aja gak papa kok."

"kita ngobrol di kamer lo aja deh biar bisa sama-sama duduk."

"udah gak papa nyantai aja lah. gue lagi pengen menikmati udara malem," gue memandang ke depan. lampu-lampu pabrik di kejauhan sana seperti kunang-kunang di tengah ladang. gue kerap menikmati pemandangan ini yg sering membuat gue kangen kampung halaman.

"lo udah kenal lama sama Indra?" Echi membuka pembicaraan.

"belum sih. gue baru ke sini sebulan yg lalu, kurang lebih.." gue biarkan angin malam berembus menerpa wajah gue dengan sejuknya. "lo sendiri temen sekolahnya kan?"

Echi tertawa. saat itulah kawat giginya tampak berkilat tertimpa cahaya lampu.

"kok malah ketawa?"

"enggak papa lucu aja kalo inget jaman sekolah dulu," kata dia. dan Echi mulai bercerita tentang dia dan Indra yg dulu di sekolah sering cekcok adu mulut gara-gara hal sepele. Indra terkenal murid yg suka nyontek, dan setiap ada kesempatan menangkap basah dia yg lagi nyontek, Echi pasti langsung melapor ke guru yg mengajar. jadilah mereka sering ribut.

sejauh ini penilaian gue terhdap Echi adalah dia anak yg smart. dia juga pintar membawa suasana dengan candaannya yg fresh. samasekali nggak gue lihat kemurungannya akibat broken heart seperti yg diceritakan Indra tadi pagi.

kami larut dalam obrolan ringan sebagaimana dua orang yg baru kenal. gue sendiri belum berani menanyakan hal-hal yg bersifat pribadi darinya dan nampaknya dia pun sama. cukup lama kami ngobrol tanpa terasa sudah hampir jam sepuluh malam. anak-anak kos di lantai bawah yg tadi terdengar rame dengan obrolan dan nyanyian kini lebih menyepi. mereka mulai beranjak tidur. di lantai atas sendiri cuma ada gue dan Echi. dua kamar yg lain penghuninya sedang lembur shif malam dan pasangan suami-istri di depan kamar Indra sudah sejak awal mengunci pintu. dan kamar di seberang kamar gue, entahlah gue nggak mengerti.

"eh iya, keasyikan ngobrol sampe lupa ngasih minum," kata gue. "mau minum apa? adanya aer putih doang sih. hehehe..."

"udahlah gak perlu repot-repot."

saat itu gue dan Echi berdiri bersebelahan bersandar pada tembok beranda. gue pandangi Echi yg sedang menikmati lampu-lampu di seberang sana.

dan saat itulah gue melihatnya!!

kedua mata yg mengintip dari celah kertas koran di kaca jendela. dari seberang kamar gue. wanita itu...

dia kah itu?

"kenapa?" Echi bertanya melihat perubahan ekspresi di wajah gue.

"ah, ng....anu....enggak papa enggak papa kok," gue tarik nafas panjang. "kita turun aja yuk cari makan? gue laper nih."


"mau makan apa?"

"pecel lele aja deh, yg di deket wartel itu enak lho. mau?"

"boleh deh.."

walau keheranan Echi mengikuti gue turun keluar mencari kedai nasi pecel langganan gue. di sana kami ngobrol-ngobrol lagi. kami sudah lebih saling kenal sekarang. dan malam itu gue akhiri dengan mengantar Echi sampai pertigaan untuk menggunakan angkot balik menuju kosannya..


Next Bagian 2
Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Adalah Novel Karya Ariadi Ginting a.k.a Pujangga.Lama.
Share This :

Artikel terkait : Novel Sepasang Kaos Kaki Hitam Bagian 1

Posting Lebih Baru Posting Lama

0 komentar: